Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Perludem: Itu Kemunduran Demokrasi!

IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya
IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merencanakan tindak evaluasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2019 dengan memfokuskan evaluasi biaya politik yang tinggi.

Rencana evaluasi Pilkada langsung ini kemudian disambut oleh beberapa partai politik dengan mengusulkan pemilihan kepala daerah kembali ke DPRD.

Namun, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil, mengatakan bahwa usulan tersebut adalah kemunduran.

1. Pengembalian Pilkada ke DPRD adalah kemunduran

Pilkada Serentak 2020
Pilkada Serentak 2020

Fadli Ramadhanil mengatakan bahwa usulan mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD adalah tidak logis.

"Tidak produktif terhadap wacana mengevaluasi Pilkada, serta merupakan langkah mundur demokratisasi di Indonesia," kata Fadli melalui keterangan tertulis pada Sabtu (9/11).

Menurutnya, jika ingin mengevaluasi Pilkada, apalagi soal biaya politik yang tinggi, pembentukan undang-undang dan juga elite politik harus diketahui penyebabnya apa.

2. Harusnya respons Mendagri dan parpol lebih komprehensif

(Mendagri Tito Karnavian) Dok. Kemendagri
(Mendagri Tito Karnavian) Dok. Kemendagri

Bagi Fadli, respons dari elite politik
dan Kemendagri tentang evaluasi Pilkada dapat lebih komprehensif dan menyentuh pokok masalahnya.

"Jika fokusnya biaya politik yang tinggi, harus betul-betul diklasifikasikan secara benar, pada komponen apakah calon kepala daerah mengeluarkan biaya terbesar," kata dia.

3. Mahar politik yang harusnya jadi bahan evaluasi

ilustrasi korupsi. (IDN Times/Sukma Shakti)
ilustrasi korupsi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Dirinya berasumsi bahwa pengeluaran uang yang besar dari kepala daerah bisa saja digunakan untuk kegiatan yang harusnya tidak dilakukan di Pilkada, seperti mahar politik atau tiket pencalonan, yang merupakan akibat dari kelemahan sistem penegakan hukum

"Bakal calon kepala daerah pun kebanyakan mengungkap praktik mahar politik ini setelah yang bersangkutan gagal menjadi calon kepala daerah," kata Fadli.

Harusnya, menurut Fadli, momen tersebut yang jadi ajang evaluasi Pilkada yakni fokus kepada masalah mahar politik.

4. Langkah menghilangkan mahar politik

Ilustrasi korupsi. (IDN Times/Santi Dewi)
Ilustrasi korupsi. (IDN Times/Santi Dewi)

Menurutnya, praktik mahar politik dapat diselesaikan dengan beberapa langkah.

Pertama, dengan transparansi setiap penyumbang partai, harus dilakukan dan dilaporkan secara terbuka. Tiap sumbangan juga harus mengikuti nominal partai yang diatur dalam UU Partai Politik.

Kedua, jika partai politik diberikan uang kampanye, maka laporan awal mesti dicatat sebagai sumbangan.

Terakhir, larangan mahar politik di dalam UU Pilkada harus diperbaiki. Menurut Fadli, besarnya biaya politik pasangan calon dapat disebabkan karena tidak adanya batasan belanja kampanye realistis dan memadai di dalam UU Pilkada.

Share
Topics
Editorial Team
Isidorus Rio Turangga Budi Satria
EditorIsidorus Rio Turangga Budi Satria
Follow Us

Latest in News

See More

Gempa Hari Ini 09/12/2025 bermagnitudo 5.4 di SINABANG-ACEH

09 Des 2025, 14:10 WIBNews
gallery keenam

Artikel revised [edit LAGI]

25 Nov 2025, 15:15 WIBNews