Rayakan Ultah ke-51, BPJS Kesehatan Hasilkan Ini Selama Era Jokowi

Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Joko 'Jokowi' Widodo-Jusuf Kalla menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS). Program itu dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan secara nasional sejak 1 Januari 2014.
Hari ini, BPJS Kesehatan merayakan hari ulang tahunnya yang ke-51. Usia tersebut terhitung sejak Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) beroperasi pada 1968. Berdasarkan informasi yang dilansir dari bpjs-kesehatan.go.id BPDPK kemudian berkembang menjadi Perum Husada Bhakti tahun 1984. Seiring perkembangan dan perubahan bentuk perusahaan, nama tersebut berubah kembali menjadi PT Askes (Persero) 1992.
Hingga akhirnya mereka bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan pada 2014. Sebagai BPJS Kesehatan, mereka menjalankan tugas pemerintah menjamin kesehatan seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Selama 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK tersebut, bagaimana perjalanan BPJS Kesehatan menjalankan program JKN-KIS?
1. Peserta program JKN mencapai 82 persen

Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, peserta program JKN per 1 Maret 2019 sebesar 218.132.478 juta jiwa atau 82 persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Sementara, fasilitas kesehatan yang tergabung dengan program JKN sebanyak 27.211.
Sejak 2016, pemerintah tercatat sudah membangun 2.032 puskesmas baru, merehabilitasi 4.743 puskesmas, dan menyediakan 1.799 puskesmas keliling roda empat menggunakan DAK Kesehatan. Dana tersebut juga digunakan untuk membangun 39 public safety center, 224 puskesmas keliling, membeli 920 ambulans, dan menyediakan 2.965 sarana prasarana puskesmas.
Sementara, selama 2018 pemerintah telah membangun 249 puskesmas perbatasan dan daerah tertinggal di 49 kabupaten. Tahun ini, direncanakan pembangunan puskesmas di daerah perbatasan dan tertinggal sebanyak 270 puskesmas di 98 kabupaten/kota.
2. Program JKN-KIS dinilai paling terasa manfaatnya

Menurut survei Alvara Research Center berjudul "Laporan Survei Pilpres 2019: Ketika Pemilih Semakin Mengkristal", Kartu Indonesia Sehat (KIS) menjadi program pemerintah yang paling terasa manfaatnya.
Dalam laporan tersebut, KIS berada di urutan teratas dari 10 program pemerintah, dengan skor 68 persen disusul program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan pembangunan infrastruktur.
Pada 2018, pemanfaatan pelayanan kesehatan di seluruh tingkat layanan mencapai 233,8 juta pemanfaatan atau rata-rata 640.765 per hari.
“Dari data tersebut dan dengan berbagai dinamika yang terjadi, tidak terbantahkan lagi bahwa program JKN-KIS telah membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan,” ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf.
3. JKN-KIS berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi

Selain itu, lanjut Iqbal, efek lain dari kehadiran program JKN-KIS menimbulkan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurut survei Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI 2016, kontribusi JKN-KIS terhadap perekonomian Indonesia sebesar 152,2 triliun dan di tahun 2021 diprediksi bisa mencapai 289 triliun.
Program tersebut juga meningkatkan angka harapan hidup masyarakat Indonesia sampai 2,9 tahun. Dari penelitian FEB UI juga disebutkan, pada 2016 Program JKN-KIS telah menyelamatkan 1,16 juta orang dari kemiskinan. Selain itu, JKN-KIS juga telah melindungi 14,5 juta orang miskin dari kondisi kemiskinan yang lebih parah.
4. PBI-JK ditambah 96,8 juta jiwa pada 2019

Dana yang digelontorkan pemerintah untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga terus meningkat. Pada 2018, pemerintah mengeluarkan Rp 25,5 triliun untuk 92,2 juta jiwa. Tahun 2017, pemerintah mengeluarkan dana Rp 25,4 triliun untuk 92,3 juta jiwa.
Sementara pada 2015 dan 2016 dana yang dikeluarkan masing-masing Rp 19,8 triliun dan Rp 24,8 triliun. Jumlah PBI pada 2015 sebanyak 87,82 juta jiwa dan pada 2016 sebanyak 91 juta jiwa.
Pada 2019, pemerintah menambah kuota Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK) yang ditanggung oleh APBN, dari 92,4 juta jiwa menjadi 96,8 juta jiwa.
Penambahan kuota PBI-JK tersebut berdasarkan surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 01/HUK/2019 tentang Penetapan Penerimaan Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2019, yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita. Data peserta ini sudah termasuk bayi dari peserta PBI-JK yang didaftarkan pada tahun 2019.
"Untuk memastikan peserta yang menjadi PBI-JK adalah yang benar-benar berhak dan memenuhi kualifikasi yang ditetapkan pemerintah, pemutakhiran data pun secara rutin dilakukan oleh Kementerian Sosial bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan menggandeng Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) baik di tingkat pusat maupun daerah," ujar dia.
Sepanjang 2018 dilakukan proses verifikasi dan validasi (verivali) yang dilakukan Kemensos sesuai peraturan yang berlaku dan pemadanan dengan data kependudukan, sehingga ada sistem informasi data PBI berbasis NIK.
Ada beberapa hal yang diverifikasi dan divalidasi setiap waktu. Misalnya, penghapusan peserta PBI-JK yang sudah mampu, sudah menjadi Pekerja Penerima Upah (PPU), meninggal dunia, atau memiliki NIK ganda.
BPJS Kesehatan melaporkan setiap bulan ke Kemenkes dengan tembusan Kemensos. Selanjutnya jika sudah dikoordinasikan lintas lembaga, BPJS Kesehatan akan menerima perubahan PBI-JK tersebut untuk diperbaharui.
5. BPJS Kesehatan mengalami defisit hingga Rp10,98 triliun

Meski peserta program JKN mencapai 82 persen, BPJS Kesehatan masih mengalami defisit hingga Rp10,98 triliun. Selain itu, panjangnya antrean dan sistem rujukan pasien dalam berobat juga menjadi polemik.
Iqbal mengklaim, kesadaran masyarakat untuk berobat saat ini lebih tinggi sejak ada layanan BPJS Kesehatan. Akibatnya, terdapat daftar antrean panjang karena pasien bisa mengakses layanan, sementara sarana faskes terbatas.
"Kebijakan soal ini tentu tidak bisa diselesaikan BPJS Kesehatan sendirian, perlu kerja sama antarkementerian dan lembaga mengatasi masalah ini. Ini perlu didorong ke pemerintah, utamanya pemda atau pemkot untuk memperbaiki layanan, menambah dokter, tenaga medis, termasuk pelibatan faskes swasta," ungkapnya.
6. BPJS Kesehatan dapat suntikan dana dari pemerintah untuk mengatasi defisit

Lantaran defisit, pemerintah memberikan dana tambahan untuk dana jaminan sosial BPJS Kesehatan. Hal itu sejalan dengan PP No 87/2013 jo PP No 84/2015. Pada September 2018, pemerintah mengucurkan dana bantuan tahap pertama sebesar Rp 4,9 triliun. Kemudian, pada 5 Desember 2018, pemerintah kembali mengucurkan dana sebesar Rp 5,2 triliun.
Pada 2019, Kementerian Keuangan akan segera menindaklanjuti hasil audit yang saat ini sedang dilaksanakan oleh BPKP terkait defisit dana jaminan sosial BPJS Kesehatan. Sementara itu, untuk menjaga cashflow di tingkat rumah sakit yang mengalami dampak defisit program JKN, BPJS Kesehatan telah memfasilitasi program SCF (supply chain financing) melalui kerja sama dengan berbagai lembaga keuangan dan perbankan.
Dengan program tersebut, RS dan fasilitas kesehatan yang mempunyai piutang terhadap BPJS Kesehatan dapat mengajukan dana kepada lembaga keuangan dan perbankan tersebut, yang akan diperhitungkan oleh BPJS Kesehatan dari jumlah piutang RS atau fasilitas kesehatan tersebut.
Wah semoga BPJS Kesehatan dapat bertahan sehat untuk terus menjalankan program JKN-KIS. Kita masih menantikan solusi pemerintah, strategi agar defisit tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Selamat ulang tahun, BPJS Kesehatan!