Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonom UI: Kenaikan Tarif Ojol Tingkatkan Inflasi

(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Didik Suhartono
(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Jakarta, IDN Times - Kenaikan tarif ojek online (ojol) dinilai turut meningkatkan inflasi. Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal menyayangkan momentum kenaikan tarif ojol yang terjadi sesaat sebelum Bulan Ramadan.

Seperti diketahui, inflasi cenderung meningkat saat Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tiba, menyusul tingginya permintaan masyarakat bagi sejumlah komoditas seperti makanan, minuman dan sandang.

“Kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi tentunya akan berkontribusi bagi semakin tingginya tingkat inflasi. Apalagi berdasarkan hasil survei RISED, biaya pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20 persen bagi pengeluaran konsumen per bulannya,” ujar Fithra dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/5).

1. Hampir 70 persen konsumen ojol berpenghasilan menengah ke bawah

IDN Times/Indiana Malia
IDN Times/Indiana Malia

Fithra menjelaskan, hampir 70 persen konsumen ojol berpenghasilan menengah ke bawah. Alhasil, mereka memilih untuk menggunakan angkutan umum.

"Merujuk penelitian sebelumnya, karakter konsumen 48-50 persen pendapatannya di bawah Rp 2,5 juta. Mereka gak bisa menerima (kenaikan tarif) sehingga beralih ke angkot. Biasanya jarak 40 km bayar Rp23 ribu, sekarang Rp40 ribu. Kenaikannya 2 kali lipat. Akibatnya, ada penurunan potensi penumpang," jelasnya.

2. Pengaruh tarif ojek online terhadap inflasi bisa mencapai 30 persen

Unsplash.com/@fikrirasyid
Unsplash.com/@fikrirasyid

Menurut Fithra, pengaruh tarif ojek online terhadap inflasi bisa mencapai 30 persen. Fithra mengatakan, pemerintah seyogianya tidak hanya melihat mitra pengemudi, melainkan juga UMKM. Sejak ada aplikasi ojek online, lanjutnya, UMKM mengalami kenaikan omzet hampir 70 persen.

"90 persen UMKM mengalami kenaikan volume transaksi saat bergabung dengan salah satu aplikator. Bisa menghasilkan sekitar Rp70 triliun terhadap perkembangan ekonomi," kata Fithra.

3. Pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona

Dok.Kemenhub
Dok.Kemenhub

Ketua Tim Peneliti Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), Rumayya Batubara menjelaskan, rata-rata kesediaan konsumen di non-Jabodetabek untuk mengalokasikan pengeluaran tambahan adalah Rp4.900/hari. Jumlah itu lebih kecil 6 persen dibandingkan rata-rata kesediaan konsumen di Jabodetabek yang sebesar Rp5.200/hari.

“Oleh karena itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona. Daya beli konsumen di wilayah non-Jabodetabek yang lebih rendah tentu harus dimasukkan ke dalam perhitungan pemerintah,” jelas Rumayya.

4. 52,4 persen konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama

IDN Times/Grab Indonesia
IDN Times/Grab Indonesia

Menurut Rumayya, terbatasnya kesediaan membayar konsumen didorong oleh 75,2 persen konsumen yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Selain itu, faktor tarif ternyata menjadi pertimbangan utama bagi keputusan konsumen untuk menggunakan ojol.

"Sebanyak 52,4 persen konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama. Jauh mengungguli alasan lainnya seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan. Oleh karena itu, perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen,” tambah Rumayya.

5. Pemerintah diminta mengevaluasi regulasi kenaikan tarif ojol

IDN Times/Daruwaskita
IDN Times/Daruwaskita

Rumayya menambahkan, pemerintah hendaknya mengevaluasi regulasi tarif dalam bisnis Ojol. Pada akhirnya, berkurangnya permintaan ojol tidak hanya akan menggerus manfaat yang diterima masyarakat dari sektor ini, tapi juga akan berdampak negatif pada penghasilan pengemudi karena konsumen enggan menggunakan Ojol lagi.

“Sudah saatnya pemerintah mendasarkan pembuatan kebijakan pada bukti-bukti statistik mengenai kondisi objektif yang terjadi di masyarakat. Selain itu, perlu evaluasi berkala dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang, supaya bisa meninjau efektivitas kebijakan terhadap kesejahteraan konsumen dan pengemudi,” kata Rumayya.

6. Pengeluaran konsumen melonjak seiring kenaikan tarif

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Berdasarkan hasil survei RISED, didapatkan kenaikan tarif berpengaruh terhadap pengeluaran konsumen setiap harinya. Menurut RISED, jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 7-10 km/hari di Zona I (Jawa non-Jabodetabek, Bali, dan Sumatera), 8-11 km/hari di Zona II (Jabodetabek), dan 6-9 km/hari di Zona III (wilayah sisanya).

Dengan skema tarif yang berpedoman pada Kepmenhub tersebut dan jarak tempuh sejauh itu, pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 4.000-11.000/hari di Zona I, Rp 6.000–15.000/hari di Zona II, dan Rp 5.000-12.000/hari di Zona III.

“Bertambahnya pengeluaran sebesar itu sudah memperhitungkan kenaikan tarif minimum untuk jarak tempuh 4 km ke bawah. Jangan lupa tarif minimum juga mengalami peningkatan. Misalnya di Jabodetabek dari sebelumnya Rp 8.000 menjadi Rp 10.000-12.500,” ungkapnya.

Share
Topics
Editorial Team
Indiana Malia
EditorIndiana Malia
Follow Us

Latest in Business

See More

Artikel reviewed coba

22 Des 2025, 12:01 WIBBusiness
ss_8d23b9dd754ae8d287c0588641f169abe8acb86a.1920x1080.jpg

Ciba artikel table

15 Des 2025, 13:53 WIBBusiness
rthtrh

coba test lagi lagi

09 Des 2025, 14:57 WIBBusiness
ss_df1de01f93f61bd30d64e6206b606d0a15cb485f.1920x1080.jpg

test artikel lagi

09 Des 2025, 14:54 WIBBusiness
02.jpg

test artikel

09 Des 2025, 14:51 WIBBusiness
GVq5Zpna8AAQq-M.jpg

artikel community 2

01 Des 2025, 15:17 WIBBusiness
E_8IbBkVIAk8LeP.jpg

artikel community 3

28 Nov 2025, 15:16 WIBBusiness
ss_edfd360b92d6f9b983b759fd837e664b86cd9563.1920x1080.jpg

Cek carousel

24 Nov 2025, 10:02 WIBBusiness
ss_0b9594934db8a1457c915e200f9d0d9b447a3df4.1920x1080.jpg

Artikel test data

21 Nov 2025, 13:41 WIBBusiness
Nulla facilisi

dwedwe

19 Nov 2025, 14:39 WIBBusiness