Tidak sedikit orang-orang yang rela mengantri berjam-jam atau menghabiskan tabungannya ketika suatu produk dari brand favoritnya baru saja dirilis. Perilaku seperti ini tentu dapat dikatakan gak rasional ketika banyak brand lain yang juga memiliki produk serupa meskipun dengan kualitas dan harga yang sama atau malah lebih murah. Hal ini membuktikan jika perilaku konsumen semacam itu tidak didasari dari kepentingan fungsional barang tersebut, melainkan hanya sekedar dari ketertarikannya terhadap brand tertentu.
Tidak juga melupakan kecenderungan kita sebagai konsumen untuk memilih barang branded yang asli. Ketika kita dihadapkan dengan pilihan produk brand imitasi dan asli, secara otomatis kita akan memilih produk yang asli.
Mengapa bisa begitu? Ternyata, kecenderungan untuk mengidentifikasi benda asli dan tiruan dapat dibilang merupakan naluri kita dari lahir. Dilansir dari Investopedia, peneliti dari Yale University membuktikannya dengan melakukan percobaan ke anak kecil dengan memberikannya mainan asli beserta duplikatnya. Sang anak secara otomatis akan memilih mainan yang asli.
Kecenderungan untuk membuktikan keaslian suatu produk ini yang terkadang membuat kita bisa menjadi konsumen yang gak rasional. Kita akan memilih membeli produk dengan brand yang asli ketimbang yang tiruan, di luar kesamaan manfaat ataupun kemiripan kualitas.