Logo baru Facebook seperti yang muncul pada aplikasi WhatsApp. newsroom.fb.com
Pengakuan Eisenstat itu datang setelah Facebook mengumumkan akan tetap menerima iklan kampanye politik walaupun berisi informasi yang keliru dan menyesatkan. Sebagai mantan orang dalam Facebook, ia mengatakan, pengguna media sosial sangat jarang membedakan antara konten organik dan iklan.
Oleh karena itu, ia berpendapat, apa yang dilakukan Facebook tidak etis mengingat perusahaan tersebut menerima sejumlah uang untuk memasang iklan-iklan itu kepada pengguna berdasarkan kebiasaan mereka di internet. Apalagi pengetahuan tentang kebiasaan itu diperoleh dari data-data pengguna yang mereka kumpulkan.
Kebijakan itu pun menuai protes dari para karyawan Facebook. Dilansir dari The New York Times, sebanyak lebih dari 250 orang menandatangani surat terbuka berisi kritikan terhadap keputusan para petinggi Facebook. Mereka berargumen mengizinkan iklan politik tanpa verifikasi meningkatkan rasa tidak percaya publik terhadap Facebook.
Sedangkan Bertie Thomson, Vice President of Corporate Communications Facebook, mengatakan kepada Engadget bahwa pihaknya tidak berwenang untuk melakukan pengecekan fakta terhadap konten, termasuk iklan politik.
"Budaya Facebook dibangun dari keterbukaan, jadi kami menghargai para karyawan kami yang menyuarakan pikiran mereka soal topik penting ini. Kami tetap berkomitmen untuk tidak menyensor ujaran politik dan akan melanjutkan untuk mengeksplorasi langkah-langkah tambahan agar kami bisa memberikan transparansi tambahan untuk iklan politik."