Putin Sepakati Aturan yang Labeli Jurnalis sebagai 'Agen Asing'

Moscow, IDN Times - Sudah bukan rahasia lagi bahwa Rusia merupakan salah satu negara dengan kebebasan pers yang buruk. Menurut riset Reporters Without Borders (RSF) pada 2019, Rusia menempati peringkat 149 dari 180 negara yang diteliti. Organisasi itu juga menyebut Moscow terus menjadi "pemain terbesar dalam penindasan kebebasan berbicara di kawasan".
Pada Senin (2/12), status tersebut dikuatkan dengan keputusan Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk menyetujui amandemen undang-undang yang menarget jurnalis serta media independen dengan melabeli mereka sebagai "agen asing". Aktivis HAM dan pekerja media pun menyebutnya sebagai kemunduran besar.
1. Awalnya, label itu disematkan kepada lembaga non-pemerintah

Seperti dilaporkan The Guardian, istilah "agen asing" sudah populer di Rusia sejak 2012 ketika Kremlin memperkenalkan Undang-undang yang menyasar organisasi-organisasi non-pemerintah, termasuk kelompok sipil dan badan amal.
Ini lantaran Rusia menuding mereka melakukan aktivitas politik di dalam negeri dan mendapatkan pendanaan dari negara-negara lain. Salah satu yang menjadi korban adalah aktivis HAM Lev Ponomarev yang bekerja untuk lembaga swadaya masyarakat For Human Rights.
Kejaksaan Agung Rusia memutus Ponomarev sebagai bagian dari "agen asing" yang kemudian membuat organisasinya harus ditutup atas perintah hukum. Paranoia ini melebar ke ranah media dan kebebasan pers.
2. Undang-undang yang baru sangat tidak spesifik dan dengan mudah mengkriminalisasi pers

Rancangan Undang-undang (RUU) serupa yang membidik media diperkenalkan pada 2017. Dikutip dari BBC, Putin menyebut RUU itu ada untuk merespons syarat dari Amerika Serikat yang mewajibkan RT, media Rusia yang didukung Kremlin, untuk didaftarkan sebagai "agen asing" jika ingin beroperasi di Negeri Paman Sam.
Akan tetapi, para jurnalis dan aktivis HAM di Rusia melihat ada motif lain, apalagi undang-undang itu tidak spesifik dan terbuka pada interpretasi sehingga mudah mengkriminalisasi media.
Putin setuju bahwa warga Rusia dan asing yang bekerja sama dengan media atau menyebarluaskan konten bisa diberi label "agen asing" dan digugat ke pengadilan. Begitu juga siapa pun yang menerima uang dari luar negeri. Artinya, jurnalis yang menjadi kontributor media asing sangat mungkin berhadapan dengan hukum.
Sejauh ini, Rusia sudah mengantongi 10 nama media yang masuk kategori "agen asing". Mayoritas berkaitan dengan Radio Free Europe dan Voice of America. Keduanya mendapatkan pendanaan dari Amerika Serikat.
3. Para jurnalis mengirimkan surat terbuka untuk mengkritik langkah Putin

Sebanyak 60 jurnalis, penulis dan aktivis HAM Rusia pun memprotes keputusan Putin melalui sebuah surat terbuka. "'Agen asing' merupakan suatu frasa yang terus-menerus dipakai dengan karakterisasi yang sangat negatif," tulis mereka.
"Label sebagai agen asing mendiskreditkan seseorang di mata masyarakat dan menghancurkan martabatnya tak peduli fakta bahwa dia tidak melakukan kesalahan atau aktivitas ilegal serta tak menjalankan perintah pemberi kerja asing mana pun."
Uni Eropa sendiri sudah pernah mengkritik Rusia pada 2017 ketika mengenalkan RUU tersebut. Dalam sebuah pernyataan resmi, juru bicara Komisi Eropa untuk urusan negosiasi perluasan anggota, Maja Kocijancic, menyebut "RUU itu melanggar kewajiban dan komitmen HAM Rusia".
Selain itu, Kocijancic juga melihatnya sebagai "ancaman selanjutnya terhadap media yang bebas dan independen dan akses kepada informasi, serta merupakan usaha lain untuk mempersempit ruang bagi suara-suara independen di Rusia".



















