Industri di Tiongkok Timur Laut Lepaskan Gas Penipis Ozon

Beijing, IDN Times - Perusahaan industri di Tiongkok bagian timur laut telah melepaskan gas penipis ozon dalam jumlah yang besar ke atmosfer. Para ilmuwan menilai hal ini justru dianggap melanggar perjanjian internasional. Bagaimana awal ceritanya?
1. Tindakan tersebut memicu kekhawatiran dapat menghambat upaya perbaikan pelindung lapisan ozon
Dilansir dari CNN, tindakan perusahaan industri di Tiongkok bagian timur laut ini dianggap para ilmuwan telah melanggar perjanjian internasional. Para ilmuwan mencatat lonjakan jumlah klorofluorokarbon atau CFC di atmosfer tahun 2018 lalu, meskipun ada larangan global atas penggunaannya. Sumber emisi tetap tidak diketahui, bagaimanapun itu dapat memicu kekhawatiran bahwa hal itu dapat menghambat upaya internasional yang bertahun-tahun untuk memperbaiki lapisan pelindung ozon.
Seperti yang diketahui, CFC biasa digunakan dalam lemari es, kaleng aerosol, dan bahan kimia pembersih. Akan tetapi, CFC dilarang di bawah Protokol Montreal tahun 1987 setelah diketahui mereka berkontribusi pada pembuatan lubang raksasa di lapisan ozon yang terbentuk di atas Antartika setiap bulan September. Penghapusan CFC secara global telah dilakukan sejak tahun 2010 lalu.
Lapisan ozon melindungi kehidupan hewan dan tumbuhan di Bumi dari sinar UV yang kuat. Ketika lapisan ozon melemah, lebih banyak sinar UV dapat menembus dan mempengaruhi manusia yang membuatnya rentan terhadap penyakit kanker kulit, katarak, serta beberapa penyakit lainnya. Kemungkinan juga ada konsekuensi bagi kehidupan tanaman, termasuk hasil panen yang lebih rendah dan gangguan dalam rantai makanan laut.
2. Tim-tim di Korea Selatan dan Jepang membentuk sebuah tim mencari asal usul CFC

Sebuah hasil penelitian internasional yang diterbitkan dalam jurnal "Nature" minggu ini menunjukkan sumbernya telah menuju kawasan Tiongkok bagian timur. Sebelumnya, telah disarankan sumbernya berada di Asia, tetapi para ilmuwan tidak dapat mengidentifikasi dari negara mana emisi tersebut. "Awalnya stasiun pemantauan kami didirikan di lokasi terpencil, jauh dari sumber potensial.
"Ini karena kami tertarik untuk mengumpulkan sampel udara yang mewakili atmosfer latar belakang, sehingga kami dapat memantau perubahan global dalam konsentrasi," ungkap penulis hasil penelitian tersebut, Ron Prinn dari Massachusetts Institute of Technology, seperti yang dikutip dari CNN. Beberapa tim yang berada di Korea Selatan dan Jepang bekerja sama dengan para ilmuwan di Inggris, Swiss, dan Amerika Serikat untuk mengembangkan komputer model canggih untuk menentukan sumber emisi CFC.
"Dari data yang diperoleh Korea dan Jepang, kami menggunakan model kami untuk menunjukkan bahwa emisi CFC-11 dari China timur laut telah meningkat sekitar 7.000 ton per tahun setelah tahun 2013, khususnya di sekitar provinsi Shandong dan Hebei. Kami tidak menemukan bukti peningkatan emisi dari Jepang, semenanjung Korea atau negara lain yang sensitif terhadap jaringan kami," ungkap pernyataan dari seorang pemodel atmosfer dari University of Bristol, Luke Western, seperti yang dikutip dari CNN.
3. Kementerian Luar Negeri Tiongkok masih belum memberikan tanggapan mengenai laporan ini

Pihak Kementerian Luar Negeri Tiongkok masih belum menanggapi mengenai laporan ini. Negara Tiongkok telah berjuang untuk menindak pabrik-pabrik yang secara ilegal menggunakan CFC, meskipun Program Lingkungan dari PBB mencatat kemajuan dalam hal ini menurut laporan terbaru. Profesor kimia atmosfer dari University of Leeds, Martyn Chipperfield, mengatakan meskipun memprihatinkan, emisi baru tidak akan menjadi bencana besar bagi pemulihan lapisan ozon.
"Tingkat klorin atmosfer masih menurun tetapi lebih lambat dari yang diharapkan. Ini akan menyebabkan beberapa keterlambatan dalam pemulihan lapisan ozon dari penipisan masa lalu, tetapi pemulihan itu akan tetap terjadi. Namun demikian, para ilmuwan dan pembuat kebijakan akan ingin memahami penyebab dari emisi CFC-11 yang tidak terduga ini," ungkap pernyataan dari Martyn Chipperfield seperti yang dikutip dari CNN.