Uji Publik Capim KPK Masih Lanjut, Hari Ini Ada Jaksa dan Hakim

Jakarta, IDN Times - Sesi uji publik dan wawancara bagi calon pimpinan KPK memasuki hari kedua pada Rabu (28/8). Pada hari ini, ada tujuh capim yang akan diuji visi dan misi oleh pansel dan tim ahli. Ketujuh capim tersebut yakni: Johanis Tanak (Jaksa), Lili Pintauli Siregar (Advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (Dosen), M. Jasman Panjaitan (Pensiunan Jaksa), Nawawi Pomolango (Hakim), Neneng Euis Fatimah (Kepala Pengadaan Secara Elektronik) dan Nurul Ghufron (Dosen).
Ketua pansel capim KPK, Yenti Garnasih mengatakan cukup puas terhadap penyelenggaraan uji publik dan wawancara di hari pertama. Walaupun kegiatan tersebut sempat ngaret selama 10 menit, namun ia masih bisa memaklumi hal tersebut.
Pansel pun sudah coba mengakomodir apa yang selama ini menjadi pertanyaan publik. Salah satunya mengenai tudingan adanya capim yang menerima gratifikasi berupa menginap gratis di sebuah hotel.
"Sampai yang bersangkutan tadi menyebut hal itu terkait harga diri, tapi kan saya sudah minta maaf dan sudah berhati-hati sekali terkait dengan laporan keuangan," kata Yenti di gedung Kementerian Sekretariat Negara pada Selasa sore (27/8).
Capim yang dituding menerima gratifikasi adalah Kapolda Sumatera Selatan, Irjen (Pol) Firli Bahuri. Sementara, Yenti sampai harus meminta maaf kepada Wakabareskrim Irjen (Pol) Antam Novambar karena menunjukkan laporan keuangan dari PPATK. Di situ, diduga ada aliran keuangan yang mencurigakan dari rekening Antam kepada beberapa pihak.
Ia pun kembali mengklarifikasi bahwa yang ditanyakan masih sesuatu yang sifatnya umum.
"Kecuali untuk tujuan lain karena yang bersangkutan sudah menjadi tersangka," tutur perempuan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu.
Selain Firli dan Antam, di hari pertama, pansel serta tim uji ahli turut mewawancarai lima capim lainnya. Lalu, apalagi hasil evaluasi dari penyelenggaraan hari pertama?
1. Pansel menitikberatkan para capim harus paham mengenai isu hukum

Yenti menjelaskan untuk bisa duduk sebagai pimpinan KPK memang tidak harus memiliki latar belakang hukum. Tetapi, ia wajib memahami isu dan permasalahan hukum. Sebab, sesuai pasal 21 UU KPK, pimpinan nantinya juga berfungsi sebagai penyidik dan penuntut umum.
"Oleh sebab itu sangat penting bagi mereka untuk memahami betul proses hukum untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka misalnya," kata Yenti.
Lalu, bagaimana proses pengusutan perkara hingga dilimpahkan menjadi sebuah dakwaan ke pengadilan. Sayangnya, kendati ada yang lolos hingga di tahap 20 besar, masih ada capim yang berbicara pemahaman terhadap isu hukum bisa dipelajari belakangan. Hal itu disampaikan oleh capim Jimmy Muhammad Rifai Gani.
"Itu yang akan kami evaluasi sebentar lagi," tutur dia.
2. Pansel akan mendalami jawaban-jawaban yang disampaikan oleh semua capim

Menurut Yenti, jawaban semua capim nantinya akan dipelajari secara mendalam oleh pansel. Kendati uji publik akan berlangsung hingga Kamis (29/8), namun, ia memprediksi sudah bisa menciutkan 10 nama lainnya pada Jumat (30/8). Sebab, mereka mengejar target untuk bisa menyerahkan 10 nama capim final ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada (2/9).
"Selain penilaian akademisi, kami kan nanti juga ada pendalaman (terhadap para capim). Maka, ketika menanyakan pertanyaan, kami ini berganti-ganti saja, kemudian yang lain saling melengkapi saja. Lalu, dikembangkan dan saling melengkapi," kata dia lagi.
Selain Jimmy, capim lainnya yang memiliki kualitas tak meyakinkan adalah Cahyo RE Wibowo. Selama proses wawancara, ia terlihat tidak yakin dan paham terhadap jawaban yang disampaikannya kepada pansel.
3. Yenti kembali membantah pansel capim KPK memiliki kepentingan tertentu

Pada kesempatan itu, Yenti kembali menegaskan pansel tak memiliki kepentingan terhadap capim tertentu. Walaupun kencang berhembus ia dan dua anggota pansel lainnya mengusahakan agar ada capim dari institusi kepolisian yang duduk sebagai pimpinan KPK.
Hal itu lantaran Yenti tercatat pernah menjadi tenaga ahli di Bareskrim. Ia juga pernah menjadi pengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
"Kan itu sudah dibantah. Saya bukan yang namanya tenaga ahli, itu ada eselonisasinya. Saya hanya guru saja, silakan cek SK (Surat Keputusan) saya. Aneh saja kalau jadi pengajar saja kemudian dianggap sesuatu yang buruk ya," kata dia mengomentari tudungan miring terhadap dirinya.
Ia memang tidak membantah menjadi pengajar di delapan penyidik TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) sejak 2003 lalu. Namun, bukan berarti, ia memiliki kepentingan agar polisi yang terpilih memimpin KPK.