PTUN Tidak Terima Gugatan Serikat Pekerja KPK terhadap Pimpinan Mereka

Jakarta, IDN Times - Gugatan serikat pekerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akhirnya diputuskan tidak diterima.
Menurut majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan, Umar Dani, gugatan pegawai lembaga antirasuah tidak diterima karena pimpinan KPK sudah menerbitkan aturan baru terkait rotasi dan mutasi, yang sesuai dengan SK Pimpinan KPK 1426 tahun 2018.
Pimpinan lembaga antirasuah memang kemudian menerbitkan Peraturan KPK RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang penataan karier pegawai di Lingkungan KPK. Aturan tersebut sebagai pengganti SK Pimpinan Nomor 1426 Tahun 2018. Oleh sebab itu, Umar menganggap sengketa sudah selesai.
"Sudah tidak ada sengketa antara para penggugat dengan tergugat karena apa yang dituntut oleh para penggugat untuk dinyatakan batal dan dibatalkan tidak sah oleh pengadilan, sudah tidak ada lagi," ujar Umar di ruang sidang PTUN, Senin (11/3) kemarin.
Selain tidak menerima gugatan WP, majelis hakim memerintahkan para penggugat untuk membayar biaya perkara senilai Rp329 ribu. Lalu, apa respons dari Wadah Pegawai KPK? Apakah mereka akan mengajukan banding? Sebab, dalam pernyataan sebelumnya, Ketua Wadah Pegawai Yudi Purnomo, mengaku akan mengajukan banding apabila gugatan organisasinya terhadap pimpinan mereka tidak diterima.
1. Wadah Pegawai KPK memutuskan tidak mengajukan banding

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengatakan, mereka tidak akan mengajukan gugatan banding. Ia menyebut perbedaan sikap antara pegawai dengan pimpinan sudah tidak ada lagi dengan keluarnya aturan baru tersebut.
"Kami tegaskan bahwa sudah ada semangat persatuan antara Wadah Pegawai (WP) dengan pimpinan KPK yang intinya kami tetap ingin memperkuat KPK, membuat lembaga ini menjadi independen. Sehingga dengan ini, kami tidak akan mengajukan gugatan banding," kata Yudi di depan gedung PTUN Jakarta Timur kemarin.
Gugatan pegawai terhadap pimpinan KPK yang bergulir ke pengadilan itu sempat memicu tanda tanya publik. Proses gugatan dimulai pada September 2018 lalu, lantaran ada 14 pegawai struktural yang dirotasi ke posisi baru tanpa dasar dan alasan yang jelas.
Publik sempat khawatir gugatan itu akan mempengaruhi upaya pemberantasan rasuah di KPK. Apalagi masih banyak kasus yang menumpuk di KPK untuk diselesaikan.
2. Aturan baru yakni Peraturan Pimpinan KPK Nomor 1 Tahun 2019 dinilai lebih mengakomodir kepentingan pegawai

Menurut Yudi, aturan baru berupa Peraturan Pimpinan KPK RI Nomor 1 Tahun 2019 dinilai lebih mengakomodir kebutuhan dari pegawai dalam hal penataan karier. Pimpinan tidak bisa merotasi pegawai secara semena-mena ke posisi lain tanpa ada dasar yang jelas.
"Peraturan baru tersebut berhasil menjadikan pegawai KPK tidak takut pada atasannya dan ini menjadi penting teman-teman," kata Yudi.
Hingga saat ini belum diketahui persis isi dari Peraturan Pimpinan KPK yang baru itu, terkait penataan karier pegawai agar tidak dilakukan secara serampangan.
Yudi hanya menyebut, keluarnya Peraturan Pimpinan KPK yang baru tersebut akan mengakomodir kepentingan pegawai, pimpinan, dan organisasi.
3. Serikat pekerja KPK menilai keluarnya aturan baru sebagai tanda aturan sebelumnya keliru

Walau gugatan serikat pekerja KPK tidak diterima oleh PTUN, namun menurut Ketua Serikat Pekerja KPK, Yudi Purnomo, dengan dikeluarkannya aturan baru oleh pimpinan KPK membuktikan ada yang keliru dari regulasi sebelumnya yakni SK Pimpinan KPK 1426. Pimpinan KPK semula menggunakan aturan tersebut untuk melakukan rotasi terhadap 14 pejabat struktural.
Yudi sempat menyebut surat nomor 1426 itu dapat membahayakan KPK, karena pimpinan mereka bisa dengan semena-mena menggunakan kekuasaannya untuk merotasi pegawai.
"SK Pimpinan KPK 1426 bisa berdampak pada melemahnya independensi KPK, sehingga ada pegawai yang bisa dipindahkan sesuai hati atasan," kata dia.
Namun, di aturan yang baru itu, proses rotasi dan mutasi didasarkan pada alasan yang jelas.
"Aturan tata cara mutasi, rotasi, dan promosi kini diatur lebih spesifik dan tetap berprinsip pada mekanisme assessment berdasarkan kompetensi dan profesionalitas, dan juga berjenjang," tutur Yudi lagi.
4. Serikat pekerja berharap pimpinan KPK berhati-hati saat mengeluarkan kebijakan

Yudi mengatakan, ada hikmah penting yang bisa diambil dari perseteruan antara pegawai KPK dengan pimpinannya sendiri. Ia mengingatkan, selaku pimpinan mereka tidak bisa membuat suatu kebijakan secara serampangan. Hal itu lantaran sekecil apa pun kebijakan yang dibuat oleh pimpinan, bisa berdampak langsung terhadap kinerja pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Jadi, agar (pimpinan) lebih berhati-hati dalam menerbitkan produk hukum dan kebijakan di lingkungan KPK RI," kata dia.
Ke depannya, Yudi berharap, tidak ada lagi kebijakan yang diterbitkan oleh pimpinan yang sifatnya tidak transparan.
"Jadi, semoga tidak ada lagi penerbitan aturan dan praktik serta kebijakan yang sewenang-wenang tanpa proses yang akuntabel serta transparan," ucap Yudi.



















