Mengenal Fransisca Santa Clause, Caleg Muslimah yang Viral
Sleman, IDN Times - Santa Clause atau Sinterklas merupakan salah satu tokoh fiksi yang populer dalam perayaan besar umat Kristiani, yakni hari Natal. Namun, apa jadinya bila nama itu dipakai oleh seorang Muslimah?
Itulah yang terjadi pada seorang calon anggota legislatif (Caleg) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Fransisca Santa Clause. Namanya viral di dunia maya melalui poster kampanye yang diunggah di media sosial.
Siapa sebenarnya perempuan yang akrab disapa Sisca ini? IDN Times menemui ibu dua anak itu di rumahnya, Kampung Kanoman, Banyuraden, Gamping, Sleman. Berikut hasil obrolan kami dengan Santa Clause.
1. Maju sebagai caleg, Fransisca Santa Clause diusung oleh PKS

Fransisca Santa Clause maju sebagai caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dapil 5 Mlati-Gamping. Ia maju dengan nomor urut 3.
Fransisca tertarik dengan PKS sejak kuliah. Namun, ia baru terlibat di partai berlambang padi dan bulan sabit tersebut sejak 2009. Mulai 2014, ia mulai terlibat menjadi relawan dalam pemilu.
Perempuan kelahiran Sleman, 21 November 1986 ini ditargetkan memperoleh 2.000 suara. Ia pun menyasar generasi muda. Ia ingin mengembangkan program kewirausahaan di daerahnya.
"Tagline saya yang diangkat, 'Yang Muda Berkreasi, Bersama Membangun Negeri'. Ini saatnya kaum muda untuk tampil. Dengan kreativitas yang ia miliki dengan potensi yang ada berusaha mewujudkan negeri yang lebih baik lagi," kata dia.
2. Tumbuh di tengah-tengah keluarga Kristen

Fransisca lahir dari ayah dan ibu yang berbeda agama. Namun, keduanya hingga kini memeluk Kristen. Mereka memberi kebebasan kepada kelima anaknya untuk memilih agama yang diyakini.
Sisca sejak kecil memilih agama Islam. Di usia SD, ia mulai menghadapi pertanyaan mengenai namanya yang seperti orang Kristen. Dari situlah, ia mulai memahami keunikan dirinya.
Ia memutuskan berjilbab saat menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM). Sejak saat itu, pertanyaan mengenai namanya menjadi semakin santer.
"Sebelum saya berjilbab, mungkin enggak ada yang tanya. Tapi begitu saya pakai jilbab banyak yang tanya," ujar Sisca.
3. Menekuni budidaya jamur

Di UGM, Sisca sering berdiskusi dengan teman-temannya. Mereka sepakat mengembangkan usaha budidaya jamur.
"Dipasarkan ke rumah makan, kaki lima, sama warung yang segar-segar," kata dia.
Kini Sisca mempunyai sentra pengembangan jamur di rumahnya dan di Sentolo, Yogyakarta. Usahanya dijalankan sejak 2016 dan beromzet sekitar Rp 6 juta per bulan.



















