Mantan Petinggi Lippo Group Eddy Sindoro Divonis Bui 4 Tahun
Jakarta, IDN Times - Nasib mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro pada Rabu (6/3) akhirnya jelas. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eddy terbukti telah berbuat korupsi dengan menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution senilai Rp150 juta dan US$50 ribu.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Eddy Sindoro telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer," ujar Ketua Majelis Hakim, Hariono, ketika membacakan putusan pada Rabu kemarin dan dikutip kantor berita Antara.
Selain divonis empat tahun bui, kakak dari terdakwa Billy Sindoro juga didenda Rp200 juta dengan subsider 3 bulan kurungan. Lalu, bagaimana respons Eddy terhadap vonis tersebut? Apakah ia mengajukan banding?
1. Eddy Sindoro menerima vonis yang diputuskan oleh majelis hakim

Eddy Sindoro mengaku terkejut mendengar pertimbangan majelis hakim sehingga menjatuhkan vonis bersalah. Kendati begitu, ia tetap menerima vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
"Yang Mulia majelis hakim, terima kasih atas kesempatan yang diberikan ke saya. Mendengar pertimbangan majelis hakim saya sangat terkejut, tapi karena saya percaya majelis hakim mewakili Tuhan, maka saya terima," kata Eddy seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Ada beberapa faktor yang memberatkan Eddy sehingga dijatuhi vonis empat tahun penjara. Pertama, ia tidak mengakui perbuatannya, dan kedua, Eddy tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
2. KPK masih mempertimbangkan apakah akan banding atau menerima vonis majelis hakim

Sementara, KPK masih belum menentukan sikap apakah akan menerima vonis empat tahun yang dijatuhkan majelis hakim atau mengajukan banding. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 5 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa mengaku masih menggunakan waktunya selama satu pekan untuk pikir-pikir.
"KPK pasti menghormati putusan pengadilan yang sudah dijatuhkan oleh hakim, apakah diterima atau ada upaya hukum, nanti tentu kami pertimbangkan lebih dulu," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah pada Rabu kemarin di gedung KPK.
3. KPK berharap vonis majelis hakim di kasus Eddy Sindoro bisa memperkuat konstruksi advokat Lucas

Juru bicara KPK, Febri Diansyah juga berharap putusan majelis hakim dalam kasus Eddy Sindoro bisa memperkuat konstruksi hukum perkara advokat Lucas. Sebab, Eddy sempat melarikan diri dan tidak bersedia kembali ke Indonesia usai ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka pada tahun 2016 lalu. Di dalam persidangan Lucas, jaksa mengungkap hal itu terjadi gara-gara Eddy mendapat masukan dari advokat tersebut agar tidak kembali ke Tanah Air.
Bahkan, terungkap pula Lucas sempat menyarankan agar Eddy mengganti kewarganegaraannya. Menurut Febri, di dalam sidang Eddy ada beberapa bukti yang semakin menguatkan upaya Lucas merintangi penyidikan kasus yang tengah dilakukan KPK.
"Itu kami harap nanti juga bisa memperkuat proses hukum untuk kasus dengan terdakwa Lucas tapi itu tentu perlu kami pelajari lebih lanjut fakta yang muncul di sidang dan pertimbangan-pertimbangan hakim," kata Febri lagi.
4. KPK mengumumkan Eddy Sindoro sebagai tersangka penerima suap saat ia tengah berada di Malaysia

KPK mengumumkan Eddy Sindoro sebagai tersangka pemberi suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2016 lalu. Ketika itu, posisi Eddy sedang tidak berada di Indonesia, melainkan di Malaysia untuk menjalani pengobatan.
Tiga tahun lalu, Eddy sempat beberapa kali dipanggil oleh penyidik KPK, namun tidak pernah hadir. Selama menjadi tersangka, Eddy sempat berpindah-pindah ke beberapa negara antara lain Myanmar, Malaysia, Thailand dan berakhir di Singapura.
Eddy memilih menyerahkan diri di Negeri Singa pada 12 Oktober 2018 lalu. Proses penyerahan diri dilakukan di gedung KBRI dan uniknya melibatkan mantan pimpinan KPK, Taufiquerachman Ruki.
Sementara, di sesi persidangan advokat Lucas, penyidik senior Novel Baswedan sempat hadir sebagai saksi. Di sana, ia mengakui sempat mengirimkan permintaan kepada kepolisian agar nama Eddy Sindoro dimasukan ke dalam daftar red notice di Interpol. Namun, permintaan itu tidak ditindak lanjuti. Novel pun sempat mengatakan proses pengejaran tersangka kasus korupsi dengan red notice dinilai tidak pernah efektif.
"Selama KPK berdiri, kami tidak pernah berhasil menangkap buronan kasus korupsi dengan menggunakan mekanisme red notice," kata Novel ketika hadir di persidangan.



















