Jakarta, IDN Times - Jalan Kapolda Sumatera Selatan Irjen (Pol) Firli Bahuri untuk duduk sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlangsung mulus. Dalam sidang voting yang berlangsung pada Jumat dini hari (13/9) di ruang sidang komisi III, semua anggota parlemen yang ada di sana bulat memilih Firli sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.
Ia mendapatkan 56 suara. Artinya, semua anggota komisi III yang hadir dalam proses fit and proper test memberikan suara untuk mantan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) itu. Padahal, dalam pemberian keterangan pers yang dilakukan oleh komisi antirasuah, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang lantang menyebut beberapa aktivitas Firli yang diduga telah melakukan pelanggaran berat. Tercatat ada tiga aktivitas yang diputuskan oleh Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) ia telah melakukan pelanggaran berat kode etik.
Satu di antaranya, Firli disebut pada 1 November 2018 bertemu dengan pimpinan partai politik di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat. Pimpinan parpol itu memang tidak disebut identitasnya. Namun, dalam laporan investigasi Majalah Tempo edisi 1-7 September menyebut pimpinan parpol itu adalah Megawati, sang ketua umum PDI Perjuangan. Firli tidak sendiri, namun bersama dengan koleganya Wakil Ketua Bareskrim, Irjen (Pol) Antam Novambar.
"Pada 1 November 2018 malam hari, di sebuah hotel di Jakarta, yaitu: Saudara F (Firli) bertemu dengan seseorang pimpinan partai politik," ujar penasihat KPK, Muhammad Tsani Annafari pada Rabu malam (11/9) kemarin.
Lalu, apa respons Firli mengenai pertemuan dengan Megawati itu? Apa yang mereka bicarakan di sana?