Dokter Ani Merasa Jadi Target Kriminalisasi, Begini Respons Polisi

Jakarta, IDN Times - Kuasa hukum dokter spesialis saraf, Roboah Khairani Hasibuan alias Ani Hasibuan, Amin Fahrudi, menilai bahwa kliennya itu dikriminalisasi oleh pihak kepolisian atas kasus yang menjeratnya.
Diketahui, Ani dilaporkan karena pernyataannya yang menyebut ada kejanggalan dari kematian ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Kami duga Ibu Ani jadi target. Kami gak ingin seorang profesional seperti dokter Bu Ani yang punya kepedulian politik saat ini, kemudian beliau dikriminalisasi," kata Amin di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat(17/5) Pagi.
Terkait hal itu, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono, menegaskan bahwa pihaknya menangani semua kasus dengan profesional.
"Polisi bertugas secara profesional saja, tidak ada target apa pun," kata Argo saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (17/5) sore.
1. Ani dipersilakan mengklarifikasi jika ingin membantah tuduhan terhadap dirinya

Argo mengatakan, dokter Ani tidak menjadi target kepolisian. Menurutnya, polisi sudah bekerja sesuai dengan prosedur dan tidak terburu-buru dalam menyelesaikan kasus apa pun.
"Kita melakukan penyelidikan berdasarkan laporan yang masuk. Saat ini kan masih tahap pemeriksaan saksi terlapor. Jika saksi keberatan dengan tuduhannya, silakan klarifikasi," ungkap Argo.
2. Polisi dinilai sangat cepat meningkatkan status laporan Ani

Amin sebelumnya menilai, kliennya itu seperti dikriminalisasi. Salah satu bentuk kriminalisasi itu kata Amin, dilihat dari naiknya status laporan terhadap Ani dari penyelidikan menjadi penyidikan. Amin menilai, hal itu terlalu cepat karena dalam waktu kurang dari tiga hari, laporan tersebut sudah naik tahap penyidikan.
"Kalau dilihat, media ini (tamsh-news.com) memuat (berita soal Dokter Ani) 12 Mei. Tapi, dalam proses penyidikan itu tanggal 15 Mei 2019," ujar Amin.
"Artinya, dalam waktu tidak kurang 3 hari, proses hukum dilakukan sudah penyidikan. Kami duga ini ada kejar tayang karena sangat cepat itu. Kemudian pada tanggal 17 (Mei 2019), Bu Ani dapat panggilan saksi. Tidak kurang seminggu proses ini dikejar," ujarnya menambahkan.
3. Kuasa Hukum bantah dokter Ani sebut kematian ratusan KPPS karena racun

Dalam surat panggilan Nomor: S/Pgl/1158/V/RES.2.5/2019/Dit Reskrimsus, Ani dipanggil dalam kasus dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan menimbulkan rasa kebencian individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) dan/atau menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong. Ia diminta untuk menghadiri pemeriksaan pada Jumat (17/5) hari ini pukul 10.00 WIB.
Panggilan ini merupakan proses penyelidikan atas laporan yang dilayangkan oleh Carolus Andre Yulika pada Minggu, 12 Mei 2019 lalu. Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/2929/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus.
Tak hanya itu, Ani juga dimintai klarifikasi terkait pemberitaan dalam portal headline tamsh-news.com 'The Reality News Leading, Media NKRI', tertulis 'dr Ani Hasibuan SpS: Pembantaian Pemilu, Gugurnya 573 KPPS Ditemukan Senyawa Kimia Pemusnah Massal'.
Terkait hal itu, Ani kata Amin, tidak pernah mengeluarkan pernyataan seperti yang dipaparkan dalam media tersebut. Amin juga menduga, media itu melakukan framing yang menyesatkan.
"Berkaitan (KPPS meninggal karena) racun yang disampaikan tamsh-news.com itu. Bu ani gak satu pun menyampaikan pernyataan kematian KPPS itu karena racun. Tak sekali pun mengucapkan itu," jelas Amin.
"Bu Ani hanya menyampaikan bentuk prihatin dan minta ke pejabat berwenang melakukan penelitian atas kematian yang hampir serentak ke ratusan orang," sambungnya.
4. Ani batal penuhi panggilan polisi

Dokter Ani sendiri tidak memenuhi panggilan pihak Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Ani seharusnya diperiksa pada hari ini, untuk dimintai keterangannya terkait pernyataannya yang menilai kematian ratusan petugas KPPS ada kejanggalan.
"Hari ini panggilan itu tidak bisa kami penuhi karena klien kami dalam kondisi sakit. Jadi pagi ini kami minta ke penyidik Polda Metro Jaya untuk melakukan penundaaan pemeriksaan klien kami," kata Amin.
Terkait hal itu, Amin pun meminta pihak Ditreskrimsus Polda Metro Jaya untuk menjadwalkan ulang pemeriksaan kepada kliennya itu. Selain itu, berdasarkan pengakuannya, Dokter Ani sakit disebabkan oleh faktor kelelahan.
"Ibu Ani kondisi sakit sedang di rumah, tidak dalam perawatan rumah sakit. Ya sakitnya itu karena terlalu over secara fisik jadi mungkin beliau kelelahan gitu," ujar Amin.
5. Ani menduga ada kejanggalan dari kematian ratusan petugas KPPS

Diketahui, dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu, Ani sempat menyatakan bahwa kematian ratusan anggota KPPS sebagai bentuk pembantaian saat Pemilu.
"Sebagai dokter, dari awal saya sudah merasa lucu. Ini bencana pembantaian apa Pemilu, kok banyak sekali yang meninggal? Pemilu itu kan happy-happy, ingin dapat pemimpin baru, tapi nyatanya meninggal," kata Ani Hasibuan dalam acara tersebut.
Ia juga mengaku, belum pernah menemukan kasus kematian yang diakibatkan karena kelelahan.
"Orang capek itu, dia ngantuk, dia lapar. Kalau dia paksa, dia pingsan, gak mati. Ada di laporan saya, beban kerja KPPS apa saja, sih? Ada tujuh orang satu TPS, itu beban kerjanya saya gak melihat bahwa itu ada fisik yang sangat capek," sambung Ani.
Buntut dari pernyataan itu, ia dilaporkan oleh Carolus Andre Yulika pada Minggu, 12 Mei 2019 lalu. Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/2929/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus.
Ani disangkakan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 35 Jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Jo Pasal 56 KUHP.



















