Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Teatrika Handiko Putri
IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebagai tersangka atas kasus korupsi proyek PLTU Riau-1. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, melalui keterangan pers pada Selasa (23/4) kemarin. 

Bagaimana tanggapan Presiden Jokowi terkait ditetapkannya Sofyan sebagai tersangka?

1. Jokowi memberikan kewenangan penuh kepada KPK

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Terkait KPK yang telah menetapkan Sofyan sebagai tersangka, Jokowi mengatakan memberikan kewenangan penuh kepada KPK, terutama yang menyangkut persoalan korupsi.

"Ya, berikan kewenangan ke KPK untuk menyelesaikan setiap masalah-masalah hukum yang ada, terutama dalam hal ini korupsi," kata Jokowi di JCC, Jakarta Selatan, Rabu (24/4).

2. Sofyan ditetapkan sebagai tersangka

ANTARA FOTO/Aprilio Akbar

Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Sofyan menerima janji dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, dalam kasus korupsi PLTU Riau-1. Ia diduga juga dijanjikan akan menerima jatah yang sama besar dari proyek untuk terpidana Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham.  

Sebelumnya pada Juli 2018 lalu, kediaman dan ruang kerja Sofyan telah digeledah oleh penyidik KPK. Dari rumah Sofyan yang berada di Jalan Jatiluhur II, Bendungan Hilir, Jakarta Selatan, penyidik lembaga antirasuah menyita beberapa barang bukti yang dimasukkan ke dalam tiga koper dan empat kardus. 

Sedangkan dari kantor pusat PLN, penyidik KPK menyita CCTV, alat komunikasi, dan dokumen. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, pada Juli 2018 pernah mengatakan isi dokumen yang disita dari kantor pusat PLN dan PT Indonesia Power, yakni dokumen perjanjian, skema proyek, hingga notulensi rapat. 

3. Sofyan terancam hukuman bui 20 tahun

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Akibat perbuatannya itu, Sofyan dikenakan pasal alternatif, yakni pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU nomor 20 tahun 2001 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi.

Di dalam pasal itu, tertulis sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara dilarang menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. 

Ancaman bui di dalam pasal itu, yakni 4-20 tahun. Ada pula ancaman denda, yakni berkisar dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar. 

Pasal lain yang bisa digunakan untuk menjerat Sofyan, yakni pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 56 ayat (2) KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Isi dari pasal 56, yakni membantu dengan ikut melakukan tindak pidana korupsi. 

Editorial Team