Apa Itu Omnibus Law yang Diucapkan Dalam Pidato Jokowi?

Jakarta, IDN Times - Ada satu istilah asing yang diucapkan oleh Joko "Jokowi" Widodo ketika menyampaikan pidato pada Minggu (20/10) saat dilantik sebagai Presiden di gedung DPR. Ia mengaku akan membuat konsep hukum perundang-undangan yang disebut "Omnibus Law". Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, omnibus law akan menjadi solusi bagi banyaknya regulasi di Indonesia yang panjang dan masih berbelit.
Apabila menilik ke belakang, konsep omnibus law itu sudah didengung-dengungkan sejak lama 2018 lalu. Ide tersebut diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Perekonomian.
Menurut Menteri Keuangan akan ada sekitar 70 Undang-Undang yang dianggap memberatkan investasi ke depannya.
"Banyak peraturan perundang-undangan yang kita produksi pada 1980 - 1990an atau bahkan dari zaman penjajah Belanda yang belum sepenuhnya di-update atau bahkan dihapus harusnya," kata Sri pada (12/9) lalu.
Komentar bernada serupa juga disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Bahkan, ia menyebut sesuai dengan instruksi Jokowi maka proses revisi UU harus rampung dalam waktu satu bulan sejak rapat terbatas soal percepatan investasi di bulan September 2019. Artinya, pada Oktober ditargetkan omnibus law itu sudah disahkan oleh DPR.
Yang menarik untuk ditelusuri apakah omnibus law ini bisa diterapkan di Indonesia? Mengingat ini baru kali pertama praktik semacam ini ada. Bagaimana pendapat ahli hukum tata negara mengenai aturan hukum baru ini di saat Presiden Jokowi sudah menargetkan agar rampung pada tahun ini?
1. Walaupun konsep hukum ini baru di Indonesia, namun bisa diterapkan

Secara harfiah, kata omnibus berasal dari Bahasa Latin "omnis" yang artinya bermakna banyak. Sementara, menurut pandangan alumnus Fakultas Hukum Universitas 45 Makassar, Abdul Salam Taba, omnibus lazim disandingkan dengan kata 'law' atau 'bill' yang bermakna suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan tingkatan berbeda.
Ia kemudian mengutip pernyataan Barbara Sinclair di tahun 2012 yang menyebut omnibus bill merupakan proses pembuatan peraturan yang bersifat kompleks dan penyelesaiannya memakan waktu lama karena mengandung banyak materi meskipun subjek, isu, dan programnya tidak selalu terkait. Singkat kata, omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan peraturan yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum (umbrella act). Pernyataan serupa juga diamini oleh pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti yang dihubungi oleh IDN Times pada Kamis (24/10).
Menurut Bivitri, kendati konsep hukum semacam itu belum pernah diberlakukan di Indonesia, namun memungkinkan untuk diterapkan. Tetapi, sebelum diberlakukan harus dilakukan sebuah kajian mendalam terlebih dahulu.
"Sebab, di (dalam aturan) kita banyak peraturan teknis justru bukan diatur di UU, tetapi di peraturan yang ada di bawahnya, mulai dari PP (Peraturan Pemerintah), Perpres, peraturan derah bahkan sampai ke Permen (Peraturan Menteri) yang saling tumpang tindih," kata salah satu pendiri sekolah hukum, Jentera itu.
Selain itu, ada tantangan lain yang dihadapi oleh anggota DPR dalam pembahasan omnibus law tersebut. Apakah perangkat yang mereka miliki sudah siap untuk membahas itu.
"Metode pembahasan apa yang nantinya akan digunakan, apakah dengan membuat Daftar Inventaris Masalah (DIM) dulu. Kalau demikian, berarti kan harus dicek apakah UU Ketenagakerjaan memang harus masuk ke dalam omnibus," katanya.
2. Menteri Yasonna menyebut Omnibus Law sudah beberapa kali dibahas di dalam ratas dengan Presiden

Ketika ditanyakan kepada Menteri Yasonna, ia mengaku omnibus law bukan lah sesuatu yang asing. Ia menjelaskan omnibus law sudah beberapa kali dibahas di dalam rapat terbatas pada periode lalu. Sehingga, ini tinggal direalisasikan saja.
Menteri dari PDI Perjuangan itu menyebut ada sekitar 74 UU yang akan diterabas oleh pemerintah karena dianggap menghalangi proses investasi asing yang ingin masuk ke Tanah Air. Oleh sebab itu, diperlukan waktu lebih agar bisa melihat UU apa saja yang perlu dihapus.
"Oleh sebab itu, kami membutuhkan waktu, tapi kami targetkan tahun ini bisa kami selesaikan. Presiden memberikan target tahun ini rampung," kata Yasonna di kantor Kemenkum HAM usai serah terima jabatan pada Rabu (23/10).
3. Pembahasan omnibus law harus tetap melibatkan partisipasi publik

Selain itu, Bivitri mengingatkan agar pembuatan omnibus law tersebut harus melalui proses prolegnas. Berkaca dari pengesahan UU tahun lalu, maka RUU baru masuk ke prolegnas di bulan Februari.
Bivitri menyadari ada kebutuhan mendesak dari pemerintah agar omnibus law segera disahkan dan diberlakukan. Namun, sebaiknya proses pembuatan omnibus law tidak diburu-buru.
"Yang namanya pembahasan UU itu kan harus partisipatif dan harus ada analisa dampak. Jadi, pihak yang terkena dampak dari pemberlakuan UU tersebut harus diundang," kata Bivitri.
Ia mengharapkan partisipasi publik tak dikesampingkan hanya supaya UU tersebut bisa rampung dibuat. Ia mengaku was-was lantaran sebagian besar wajah di DPR adalah orang-orang lama. Belum lagi Menkum HAM nya kembali dijabat oleh Yasonna Laoly yang juga sempat mengesahkan revisi UU KPK dan merancang beberapa draft UU bermasalah.
4. Koalisi masyarakat sipil menyebut sejauh ini pemerintah belum mengundang para pihak yang terkena dampak dari omnibus law untuk diajak berdialog

Selain harus mendengarkan masukan dari para akademisi, Bivitri berharap pemerintah dan DPR turut mengundang berbagai pihak yang nantinya terkena dampak dari pemberlakuan omnibus law. Siapa pihak yang dimaksud itu?
"Bisa saja mereka yang terdampak adalah serikat buruh, para pengusaha atau KADIN, pengusaha UMKM. Jadi, yang diajak berdialog jangan pengusaha yang dekat dengan pemerintah saja," tutur dia.
Jadi, gimana, guys kalian setuju dengan konsep omnibus law ini?



















