Di lorong waktu sebelum kolonial, peran perempuan Indonesia itu luar biasa. Ada yang bergelar laksamana, panglima perang, dan ratu. Namun kenapa kemudian setelahnya tidak demikian?
Perempuan juga menjalankan aspek dan proses aktivitas bersama. Sampai sekarang, kita lihat bahwa perempuan itu multasking. Mereka bisa melakukan segala hal secara bersama-sama, yang belum tentu laki-laki bisa melakukan itu.
"Hasil penelitian di Universitas Indonesia menunjukkan bahwa daya kemampuan manajerial laki-laki dan perempuan itu sama. Bukan karena dia laki-laki atau perempuan, tapi karena kompetensi kemampuan masing-masing. Mau laki-laki kalau dia tidak punya leadership, jangan dipaksakan bukan? Kalau dia perempuan, jangan juga dihalangi kalau dia mampu melakukan itu," tambah Ibu Pinky.
Perempuan yang mewakili generasi paling baru adalah Yanti Mochtar. Beliau adalah organisator dan pendidik komunitas yang melahirkan banyak sekali sekolah perempuan di Indonesia. Sekolah itu tersebar di Sulawesi, Nusa Tenggara, Jawa Timur, DKI Jakarta, bahkan di Gresik.
Sekolah perempuan ini jadi program kabupaten yang direplikasi pada 10 tempat di Gresik, termasuk Bawean. Generasi paling baru, yaitu Yanti Mochtar, merupakan perwakilan dari mereka dari zaman sekarang yang punya peran luar biasa.
"Membongkar stigma dan stereotip bahwa perempuan itu lemah dan perempuan harus dilindungi. Salah satu cara membongkar ini adalah dengan yakin kalau perempuan tidak layak untuk dilecehkan. Menggali penulis tentang sejarah perempuan dengan lensa dan wawasan pola pikir yang benar. Ketika menulis skenario film, membuat novel gunakan lensa yang baru, bahwa perempuan tidak untuk dijadikan objek. Perempuan juga bisa jadi subjek," tambah Pinky.