Aku mengagumi sahabatmu. Aku tak memungkiri, aku jatuh hati kepadanya.
Untuk Kamu, Sahabat yang Merebut dan Menyia-nyiakan Cinta Pertamaku

Aku dan kamu sama-sama perempuan, dekat, dan bersahabat.
Musim itu, angin kering, daun-daun angsana berguguran. Hari setengah gelap, bulan mengintip menampakkan diri setengah lingkaran. Aku dan kamu berhadapan di sudut kedai kopi yang hampir kita sambangi setiap pekan. Kita bergurau memecah deru mesin kopi dan kebekuan suhu pendingin ruangan.

Sampai waktunya tiba, masing-masing ingin berbicara tentang nama yang kita rahasiakan belakangan ini. Kau rupanya sedang mengagumi seseorang. Begitupun aku. Bedanya, aku telah mengaguminya sejak dulu. Tapi kau tak tahu, dan belum ku beri tahu.
Kau baru ku kenalkan dengan orang yang ku kagumi itu beberapa waktu lalu.

Dia adalah sahabat kanak-kanakku. Ingin ku ceritakan kepadamu sejak dulu tentang hal ini. Namun selalu ku ulur waktu. Aku akan memberi tahumu saat kalian sudah saling kenal, dan aku ingin minta pendapatmu. Aku ingin tahu perspektif perempuan lain, selain aku, tentang dia, yang namanya sudah kusimpan rapi selama satu dekade.
Belum juga ku utarakan, kau sudah mendahului membuka perbincangan sensitif ini.
Begitu kala itu, perkataanmu terekam kuat di ingatanku. Seketika itu, hatiku berdegup. Aku tak tahu bagaimana seharusnya kabar ini ku cerna baik-baik. Napas pun tak sempat ku tarik, sebab rasanya di sekitarku oksigen sudah terampas oleh kepiluan.

Tanganku dengan sigap memegang cangkir kopi yang isinya tinggal setengah. Ku teguk saat itu juga hingga habis. Begitu pun ampas hitamnya. Aku tak peduli bubuk hitam itu memenuhi gigiku. Sebab, pikiranku kala itu sangat tak sederhana. Bahkan tak sesederhana menyeruput kopi tanpa membiarkan bubuknya masuk ke mulut.
Ku dengar kau baru putus hubungan dengan pacar lamamu. Salah satu alasannya karena kau menyukai sahabatku, yang juga ku kagumi sejak dulu. Kau mengakuinya kepadaku di momen yang hampir bersamaan saat aku ingin membongkar rahasia itu kepadamu. Hanya kepadamu, semula akan ku ceritakan perasaanku, yang ku jaga setengah mati, lebih dari satu dekade.
Musim pun berganti...

Angin bergerak ke utara, tak lagi membawa debu-debu kering. Sesekali, tanah basah oleh hujan. Bau musim penghujung tahun mulai tercium.
Di musim ini, kau telah memenangkan hati sahabatku. Sedangkan aku, perasaanku masih tersimpan rapi. Kau tak pernah tahu bahwa namanya sama-sama punya porsi lebih di hati kita. Namun, bagiku, kau lebih beruntung. Kau telah berjaya atas hatinya. Dia dan kau tampak bahagia.
Sayangnya, kebahagiaan itu tak terlampau langgeng. Maaf, ku pikir, kau terlalu menjenakakan hubungan kalian. Bagimu, relasi perempuan dan laki-laki tak sekadar sebuah guyonan.
Perlakuanmu kepadanya berhasil mengerat sentimenku.

Pahamilah, bukan hanya kau yang berjuang mengutarakan perasaan kala itu. Aku pun berjuang keras untuk mematahkan stereotipe perempuan tak elok menyatakan perasaannya lebih dulu. Namun kini aku kecewa menyaksikan kau menyia-nyiakannya.
Ketahuilah dia adalah pria yang sangat menghargai keberadaan perempuan, membiarkan perempuan tak berkalang kepada laki-laki.
Ketahuilah sebuah hubungan baginya tak sebatas bercanda.
Ku lihat matamu tak lagi sama seperti dulu kala memandangnya. Padahal dulu, di matamu itu, ku titipkan kekuatan magis, yang membuatnya selalu bersemangat saat mata kalian beradu pandang.
Ada perasaan pilu sejak kau ‘menanggalkannya’ dengan begitu lucu, tentu dengan cara yang wagu. Kau meninggalkan kekasih lamamu demi sahabatku. Lalu kini kau mengulang kesalahan hal yang sama.
Ketahuilah bahwa hubungan tak sebatas relasi imajiner.

Rasanya, bila manusia bisa mengembalikan musim, aku ingin kembali ke waktuku dan waktumu duduk berdua, saat kau berterus terang tentang perasaanmu untuk sahabatku kepadaku. Seharusnya, saat itu, ku teguk kopi dari gelasmu, bukan dari gelasku. Lalu ku katakan,
Gelasku muara air mata. Kau tak perlu menuang lagi air mata pada gelasku. Lupakan perasaanmu untuk sahabatku, dan belajarlah caranya mencintai dengan sederhana, tanpa kegemilangan, yang belum mampu kau jaga baik-baik.


















